Cita-Cita : Dokter!

Doctor!

Sesuatu terjadi kepadaku hari ini. Kemarin sore sekitar jam 16.00, Opa teman lamaku datang kerumah, Pak Subakat namanya, nama dengan awalan “Su” pasti kalian kira beliau orang Jawa, faktanya beliau Orang Belanda, asli dari belanda. Bener-bener asli bukan kloningan kayak hewan jaman sekarang.

Aku sering manggil beliau Opa Bakat, Opa Bakat ini punya seorang cucu bernama Sinyo. Sinyo adalah sahabat kecilku, bersama Ryan. Kami dulu selalu bermain bersama, aneh bukan kita bermain hanya bertiga, selalu. Tidak heran komplek rumah kami hanya terdiri dari 10 Rumah, dan hanya dihuni 7 kepala keluarga. Kira-kira gini gambaran komplek kami

Rumah Kosong – Rumahku – Rumah Pak Harno – Rumah Pak Buat – Rumah Kosong – Rumah Bu Kartini – Rumah Kosong – Rumah Pak Bakat – Rumah Pak Sar’pih – Rumah Ryan

Walau hanya 1 Komplek dengan 10 Rumah, komplek kami tergolong besar, bahkan besar sekali untuk sebuah komplek dengan 10 Rumah. Bukan Rumahnya yang besar tapi banyak fasilitas di Komplek kami. Ada Lapangan Sepakbola, Lapangan Voly, Lapangan Basket, Lapangan Takraw, ada menara PDAM, ada Mushola, ada lapangan kosong. Dari sekian banyak lapangan, bayangkan bagaimana kami bisa memakai fasilitas sebanyak itu sedangkan anak kecil disana hanya berjumlah 3 orang, termasuk aku.

Oke kembali ke hari itu

Setelah reuni dengan Opa Bakat ( Sayang Sinyo tidak ikut ), aku melanjutkan hari itu menuju Rumah Sakit, Tante Nana, tanteku yang paling baik seluruh dunia jatuh sakit, sakitnya tergolong tiba-tiba, bahkan saat hari pertama masuk rumah sakit aku tidak mengetahui sama sekali, baru setelah hari kedua aku diberitahu oleh orang tuaku. Dan untuk pertama kalinya setelah 3 hari dirawat Inap di rumah sakit, baru hari ini saya sempatkan untuk berkunjung.

Belum selangkah saya menapakan kaki dirumah sakit, terlihat dari kejauhan ada seorang pria tua ditemani oleh seorang suster disana, pria tua itu tampak seperti korban kecelakaan, perban luka menyelimuti kaki, tangan dan kepalanya. Kucoba dekati pria tua tersebut, semakin dekat semakin terasa mual, lalu saya tinggalkan saja pria tua tersebut. Tidak lama kemudian terlihat seseorang terbaring dan didorong dengan terburu-buru oleh beberapa suster disana, mereka menuju kearahku dan melewatiku, saat kucoba tatap sedikit, ternyata korban kecelakaan lagi, sontak saya terasa mual, dan langsung mempercepat langkahku menuju Gedung Galilea lantai 4 nomer 17, tempat tanteku dirawat.

Sewaktu masih kecil saya adalah salah satu orang yang jika ditanyakan cita-citanya akan dengan tegas menjawab “DOKTER!”. Beberapa hari lalu saya coba merealisasikannya. Saya coba bertanya beberapa hal tentang dunia kedokteran kepada teman saya yang sudah menjadi dokter maupun masih kuliah di fakultas kedokteran. Kemudian saya membuat rencana setelah lulus dari kuliah di MMTC saya ingin kuliah di dunia kedokteran. Tapi setelah kejadian hari ini dalam hati saya pun bertanya-tanya

Jadi dokter? Pernah mimpi sih jadi dokter, akhir-akhir ini pun keinginan itu hinggap lagi dalam benakku. Tapi kok takut sama korban kecelakaan? Aku harus gimana?

Yasudahlah, seperti semboyanku : Jalani, Nikmati dan Syukuri!

Jalani yang ada, nikmati prosesnya dan syukuri yang ada. Kalau memang jalannya kenapa enggak?

Leave a comment